22.7.15

Saat Aku Menulis Lagi

Aku tersenyum membaca pesan darinya. "Kalau kamu sudah lama berhenti melakukannya, lama-lama pemberian Tuhan itu bisa lenyap tak berbekas."
Yang ia maksud bakat menulisku. Suatu hal yang melekat padaku sejak aku tahu bawa kata-kata bisa dirangkai indah dan memiliki beragam makna. Suatu kebiasaan yang dahulu tidak pernah ku tinggalkan. Ada buku harian dengan tulisan cakar ayam karyaku waktu masih di sekolah dasar, curhat galau ketika aku masuk SMP dan mulai jatuh cinta, jurnal patah hati dan kegiatan sehari-hari di masa SMA, serta catatan sepanjang kuliah lengkap dengan candaan jahil teman-teman. Beberapa cerpenku pernah dimuat di majalah sekolah dan surat kabar ibu kota. Aku sering pula menulis dalam bahasa Inggris dan blogku.. Aku sering bercerita tentang perasaanku di blog-ku.

"Aku berhenti menulis karena kamu berhenti membaca tulisanku."

Begitu jawabanku terhadap pernyataannya. Dia pembaca setiaku sejak ku mengenalnya. Dia selalu memberikan kritik membangun, menambah kosa kataku, memberikan inspirasi cerita, juga membuatku bahagia.

Sudah 10 menit. Belum ada balasan lagi darinya. Aku bertemu dengannya di bawah mendungnya langit kota tempatku kuliah. Saat payungku tertinggal dan aku harus segera bergegas kembali ke kosan demi tugas yang tertinggal. Payungnya menjadi penyelamat kecil di antara rintik hujan dan kecemasanku akan nilai di kertas folio. Sejak saat itu, aku tidak bisa tidak sentimental mengenai apapun dari dirinya. Betapa hangatnya dia menggenggam tanganku atau betapa sering ia memarahiku karena lupa menurunkan laptop dari mobil. Betapa dia tidak pernah absen membawai aku kue dan minuman manis dengan bubble ketika tugasku menumpuk. Betapa hatiku hancur saat beberapa hal mulai berubah dan yang paling menyakitkan, dia yang berubah.

Tanpa ingin menyalahkan siapapun, aku pun berhenti menulis. Karena sejak saat dia melangkah pergi dariku, aku tidak tahu apa ada hal lain yang bisa ku bagi dan ku ceritakan. Momen kami berpisah selalu menari di kepalaku, membunuh cerita lain yang seharusnya bisa ku ungkapkan. Aku kesulitan menerima perubahan kehidupanku. Kenyataan bahwa aku lebih bahagia tanpanya. Cerita hidupnya yang jauh lebih indah tanpa aku. Aku pun berhenti menulis karena kata-kata yang tersimpan dalam-dalam ini sesungguhnya berupa permintaan kembali yang tidak tersampaikan. Aku tidak lagi menulis karena setiap huruf yang ku ketik menbawaku selangkah pada kenyataan bahwa aku bukan lagi pencerita favorit dalam hari-harinya. Bukan lagi pencerita dalam hatinya yang setiap hari kisahnya dinantikan.

Tapi, kini di kafe tempat kami memutuskan berpisah ini aku duduk di depan laptop. Kembali mengetik cerita riang. Aku hapus sent items beserta email-email lama yang ada.

"Sudah lama duduk di sini?".

Aku menengadahkan kepala dan tersenyum membalas sapaan hangat,

ah iya, sudah waktunya aku menulis lagi.


Juli 2015. Waiting for my boyfriend to get home.
inspired from Taylor Swift - Begin Again.

4.7.15

Patience & Gratitude

Selama bulan Ramadhan ini, di kantor ada serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan tujuan menambah khidmatnya suasana serta meningkatkan iman dan ketakwaan pegawai. I voluntarily joined the squad and helped the team. So far, banyak yang baik-baiknya. Dari kajian siang banyak membahas masalah wanita sholehah, dari kajian Kamis belajar baca Al- Quran supaya makin baik (tahsin), ketemu ustad-ustadzah yang selama ini mejeng di TV, dan paling seru jamming sama anak-anak Tim Akustik Ramadhan nyanyiin lagu-lagu rohani. Simple, yet beautiful and life-changing experiences.
Yang paling menarik hati sebenarnya adalah topik dari Ustadzah Nani yang bilang hidup ini komponennya adalah syukur dan sabar. Kalau lagi bahagia bersyukur, kalau lagi ada masalah bersabar. Kalau keduanya bisa berjalan sinkron, insha Allah hati bisa jadi lebih tenang, kalau hati lebih tenang, kita bisa memperlakukan orang lain dengan lebih baik. (jadi kalo ada orang yang nyakitin, don't take them seriously, they are the one who need help and love)
Berbekal resep syukur dan sabar itulah akhir-akhir ini saya coba terapkan. Kurangi marah-marah atas hal-hal yang ga sempurna, perbanyak bersyukur untuk rejeki yang alhamdulillah masih diberikan, kesehatan, orang tua dan teman-teman yang juga sehat. Dengan hati yang lebih contented, hubungan antar sesama manusia jadi ikut-ikut baik, I pretty believe it. ;)

Ramadhan udah berjalan separuh bulan lebih dan banyak banget refleksi batin yang berlangsung. Mau lebih fokus ke kegiatan apapun yang dilakukan, ga baper sama kata-kata yang kurang nyenengin, dan makin banyak berbagi untuk sesama. How do you roll your days within Ramadhan?


Love,
Erin

A bit of Romcom

Most of guys I've ever dated now are married. To wonderful women? Sure, I guess. No, I'm not saying this in a mellow tune, or certai...