Lessons Learned

It's almost December. I look back to everything that I've been thru and I might say that 2016 is not mediocre. I'm fully grateful for whatever I've been thru, all feelings that try to stop me, those banal fears, and sense of hopelessness also insane worries. I don't know how it would be without His neverending support, His reach, His presence. I don't know how it would be without beloved closest circle and lovers who never cease to share some love and healing words. How 2016 rolled taught me enormous amount of lessons, that the most important thing you ought to have is inner peace and relaxed mind. Sometimes things get hurt, people will be selfish, but you know you have a choice to be okay and stick with what should be done.

I learned to forgive in a very hard way. I learned that some people will never forgive what I've done but that is also not something to be carried within my heart.. I learned to let things bloom in their perfect timings. I learned to accept that life is not perfect but we can still make the best out of it. I learned that some love is so true, some just don't, but that is, again, not a problem. I'm glad for this heart of mine that never grows tired, that can bounce back from disappointment, that is strong enough to learn and live fully, wholeheartedly.

I promise myself I will be better, I promise myself I will forgive, I promise myself I will grow. I hope you do, too.


FPL

Comforting

Entah kenapa mood nulisnya malam ini pakai bahasa Indonesia dan sambil ngedengerin Melly Goeslaw. Cinta much? Iya, lagunya juga yang judulnya Bimbang yang emang soundtrack-nya AADC. Well, I'm not feeling that romantic though, but nights in on a Friday night seems suitable to write total rambling about love. Tadi sore, gue terlibat perbincangan nonsense dengan seorang teman yang bilang kalau dia sekarang udah ga cari pasangan yang sempurna, tapi cari yang nyaman. Kedengarannya sederhana dan bikin adem, ya? Matter fact, it is easier said than done. When you first met your now-partner, mau ga mau pasti yang pertama lo nilai adalah penampilannya, baru kemudian karakter dan kebiasaannya. Poin pertama aja udah tricky banget. Ada cowo yang ganteng dan asik tapi ternyata ngebosenin diajak ngobrol, ada cewe yang demen banget dandan ternyata dapat beasiswa S2 ke Amerika, dan banyak lagi. Begitu poin pertama lulus, ada poin kedua. Poin kedua ini baru bisa kelihatan dengan berjalannya waktu. Udah sering chat, sering makan bareng, udah mulai tahu deh menu favoritnya, apakah dia kesel kalo makanannya lama banget dianter waktu di restoran, apakah dia suka nyela rasa makanan yang kurang pas di lidahnya, apakah dia mau share makanan kesukaannya sama kamu. Some excerpts of the character. Lalu yang ketiga, kebiasaannya. Ternyata suka bohong, ternyata suka ngelaba cewe-cewe di kantor...

Balik lagi ke konteks "nyaman" yang menurut temen saya more simple dibanding cari yang sempurna. Buat saya, itu pun ga lebih mudah. Pada dasarnya, cinta itu ya mere perasaan aja. Kalo udah lanjut dibawa ke relationship, ke sebuah hubungan, baru deh ribet karena ada kata baru yg muncul.. komitmen. Komitmen ini yang bikin jatuh bangun jadi dijalanin aja, ada cowo yang lebih oke dilewatin aja, dikenalin sama orang baru yang kece banget tapi ga dideketin, dst. Butuh keberanian buat berkomitmen dan tentunya komitmen bukan milik semua orang.

Tulisan ini sebenernya udah jadi draft berdebu beberapa minggu yang lalu. Tersimpan manis bareng coret-coretan lain yang kemudian ingin gue lanjutin. Bukan sebagai bagian dari komitmen, tapi bagian dari curhatan aja.

Saya sendiri masih naif dan melulu mencoba cari yang sempurna. Gimana dong kalo kesempurnaan sebenernya adalah kenyamanan itu sendiri? Gimana kalo ternyata kenyamanan itu datangnya dari diri sendiri bukan dari orang lain? Peernya jadi balik lagi ke diri sendiri. Securing yourself first, be contented with it, and one comfortable love will come naturally.. yes?