28.12.14

Ku Temukan Namanya

Ku temukan namanya dalam buku favoritku. Baru saja ku beli dan baru saja kubuka bungkusnya. Aroma kertas baru masih menyeruak. Jilid buku itu kaku dan pinggir halamannya masih tajam. Aku tersenyum getir seraya menutup kembali lembarnya. Ku coba untuk mencari ketenangan dari kumpulan kisah sedih yang barang kali dapat menghiburku. Terkadang, kesedihan itu terasa sangat nyaman. Ia menggerogoti segala harapan tapi membuatku enggan untuk bergegas bahagia. Entah bagaimana, malah namanya yang pertama ku lihat. Seakan semesta tidak puas menertawakan aku dan leluconnya.

Ku buka kembali buku baruku yang tadi sempat ku tutup. Aku tersenyum lagi, kali ini lebih baik, teringat malam dimana aku memutuskan untuk tidak lagi mencintainya. Bukan sekadar karena dia tidak mencintaiku, tapi karena aku ingin melihat dia bahagia. Entah dengan siapa atau dengan wanita yang tidak akan menyakitinya dengan balasan dingin atau jawaban singkat, dengan tidur yang terlalu cepat, atau emosi yang luar biasa mendesak. Aku kemudian teringat lagi akan hari dimana aku memutuskan bahwa mungkin saja, atau pasti, ada wanita lain di luar sana yang lebih bahagia mendengar telepon berdering darinya. Wanita yang akan terjaga dan tersenyum ketika dia pulang larut. Wanita yang akan menemaninya meminum kopi-kopi bohongan itu sambil menunggu hujan reda. Menunggu kabarnya yang sibuk sekali demi sepatah dua patah kata halo. Memeriksa apakah dirinya sudah makan. Dan semua-semua yang sering kali aku lewatkan. Semua-semua yang tidak lagi sanggup untuk aku lakukan.


Ku teruskan ke halaman berikutnya. Aku tersenyum lagi. Kali ini lebih lama dan lebih bijaksana.
Ah, mungkin lain kali, melihat namanya akan menjadi biasa saja.


Desember 2014

No comments:

A bit of Romcom

Most of guys I've ever dated now are married. To wonderful women? Sure, I guess. No, I'm not saying this in a mellow tune, or certai...